Monday, June 15, 2009

BAB 2 – Persekongkolan Menentang Pendidikan Kita (bag.1)

Persekongkolan Orang Kaya

8 ATURAN BARU MENGENAI UANG

oleh Robert Kiyosaki

BAB 2 – Persekongkolan Menentang Pendidikan Kita 


Mengapa uang tidak diajarkan di bangku sekolah

          “Tujuan dari yayasan [Dewan Sekolah Besar] adalah untuk menggunakan kekuatan uang, bukan untuk meningkatkan tingkat pendidikan Amerika, seperti yang diyakini secara umum pada saat itu, tapi untuk mempengaruhi arah dari pendidikan…Sasarannya adalah untuk menggunakan ruang kelas mengajarkan sikap yang membangun orang menjadi pasif dan tunduk kepada aturan mereka. Tujuannya adalah – dan selalu – untuk menciptakan warga Negara yang cukup berpedidikan untuk bekerja secara produktif di bawah supervisi tapi tidak cukup untuk mempertanyakan yang memegang kuasa atau berusaha meningkatkan taraf hidup mereka. Pendidikan sejati hanya terbatas bagi anak laki-laki dan perempuan orang elit. Bagi lainnya, lebih baik untuk menghasilkan pekerja-pekerja terampil yang tidak memiliki aspirasi lain kecuali menikmati hidup mereka.”

– G. Edward Griffin dalam The Creature from Jekyll Island, dalamRockefeller’s General Education Board, didirikan tahun 1903.

Sekolah baru

Saya mulai curiga mengenai sekolah sejak berumur Sembilan tahun. Pada saat itu keluarga kami baru saja pindah ke seberang kota ke rumah baru agar ayah saya dapat lebih dekat ke tempat kerjanya. Saya baru saja naik kelas empat.

          Kami tinggal di kota perkebunan kecil di Hilo, di pulau besar Hawaii. Industri utama kota kami adalah gula, dan sekitar 80 % – 90 % dari populasinya adalah keturunan imigran Asia yang dibawa ke Hawaii diakhir 1800. Saya sendiri adalah keturunan keempat Jepang-Amerika.

          Di sekolah dasar saya yang lama, sebagian besar kawan kelas saya mirip saya. Di sekolah saya yang baru, 50 % dari kawan kelas saya orang kulit putih, setengah lainnya orang Asia. Sebagian besar dari anak-anak ini, kulit putih maupun orng asia, adalah anak-anak dari keluarga mampu. Untuk pertama kalinya, saya merasa miskin.

          Kawan-kawan kaya saya punya rumah bagus di lingkungan eksklusif. Keluarga kami tinggal di rumah sewa di belakang perpustakaan. Sebagian besar kawan saya punya mobil paling tidak tidak dua. Keluarga saya punya satu. Beberapa dari keluarga kawan saya punya rumah kedua di pinggi pantai. Ketika beberapa kawan saya menyelenggarakan pesta ulang tahun, mereka mengadakan yacht club. Pesta ulang tahun saya diadakan di pantai umum. Ketika kawan-kawan saya mulai belajar Golf, mereka belajar dari pemain professional di country club. Saya bahkan tidak memiliki keanggotaan bermain golf. Saya adalah seorang caddy pada sebuah country club. Kawan-kawan kaya saya memiliki sepeda baru, beberapa dari mereka bahkan memiliki memiliki kapal layar, dan mereka berlibur ke Disneyland. Orang tua saya berjanji akan membawa kami sekeluarga ke Disneyland, tapi tidak pernah terjadi. Kami bersenang-senang melakukan perjalanan sehari ke taman nasional local untuk menonton gunung meletus.

          Dan di sekolah baru saya itulah saya bertemu anak dari Ayah Kaya saya. Pada saat itu, dia dan saya berada diantara 10% terendah secara perekonomian keluarga, dan juga, secara akademik. Kami menjadi kawan baik karena kami anak termiskin di kelas dan kumpul bersama.

Harapan Pendidikan

Tahun 1880, nenek moyang saya mulai berimigrasi ke Hawaii dari Jepang. Mereka dikirim untuk bekerja di ladang perkebunan gula dan nanas. Prinsipnya, mimpi mereka adalah untuk bekerja di ladang perkebunan, simpan uangnya, dan kembali ke Jepang sebagai orang kaya.

          Keluarga-keluarga saya bekerja dengan sangat keras di perkebunan tersebut, tapi dibayar paling rendah. Diatas semua itu juga, pemilik perkebunan memotong gaji para pekerja sebagai uang sewa rumah yang disediakan oleh perkebunan itu sendiri. Perkebunan juga memiliki satu-satunya took, yang berarti para pekerja juga harus membeli makanan dan barang lainnya di toko perkebunan tersebut. Pada akhir bulan, sedikit sekali sisa uang yang tersisa dari gaji mereka setelah dipotong uang sewa rumah dan tagihan toko.

          Keluarga saya ingin keluar dari perkebunan tersebut secepatnya, dan bagi mereka pendidikan yang bagus adalah jalan keluarnya. Dari cerita yang saya dengar, nenek moyang saya hidup berhemat dan menabung untuk mengirim anak-anak mereka belajar di sekolah. Kurangnya pendidikan sekolah berarti akan tetap bekerja di perkebunan. Generasi kedua mereka, sebagian besar dari keluarga saya sudah keluar dari perkebunan. Saat ini, keluarga saya menjalani tingkat pendidikan yang cukup baik – sebagian besar paling tidak sebagai sarjana strata satu, banyak sebagai master, dan beberapa PhD. Saya berada pada titik paling bawah tingkat pendidikan keluarga kami: saya hanya memiliki sarjana ilmu pengetahuan – S1.

Sekolah di seberang jalan

Pindah sekolah pada umur sembilan tahun merupakan hal besar yang terjadi pada diri saya karena lokasi sekolah yang baru. Gambaran berikut menunjukkan perubahan lingkunan sekolah saya, tepat diseberang sekolah baru saya, Sekolah Riverside, berdiri sekolah umum Hilo. Sekolah umum Hilo diperuntukkan bagi anak-anak keluarga pekerja perkebunan, sebagian besar berasal dari peratuan buruh. Sedangkan sekolah Riverside, diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga pemilik perkebunan.

          Kelas empat, saya masuk sekolah dengan anak-anak pemilik perkebunan. Pada tahun 1950, sementara berjalan menuju sekolah Riverside, saya melihat kea rah sekolah umum Hilo dan melihat bahwa ada sekolah yang tidak bedakan oleh ras tapi oleh uang. Inilah saat kecurigaan saya terhadap sekolah dan pendidikan dimulai. Saya tahu, ada yang tidak benar, tapi saya tidak tahu apa. Jika saja rumah kami tidak sejajar dengan sekolah Riverside, saya mungkin dikirim belajar di sekolah umum Hilo.

          Dari kelas 4 sampai kelas 6 saya belajar dengan anak-anak keturunan dari pemilik-pemilik perkebunan – orang-orang dan sistem yang keluarga besar saya ingin tinggalkan. Selama sekolah dasar, saya bertumbuh dengan anak-anak ini di sekolah, berolah raga dengan mereka, dan bermain ke rumah mereka.

          Setamatnya dari sekolah dasar, banyak dari anak-anak ini dikirim ke sekolah asrama. Saya masuk ke sekolah umum tingkat satu di jalan yang sama. Disana saya bergabung dengan anak-anak dari seberang jalan, sekolah umum Hilo, dan saya semakin sadar perbedaan antara anak-anak yang dibesarkan keluarga kaya dengan mereka yang dibesarkan oleh keluarga miskin dan kelas mengengah.

          Ayah saya sangat terpelajar, dan kepala departemen pendidikan di Hawaii. Dia bukan saja keluar dari perkebunan, namun dia juga menjadi pegawai pemerintah yang berhasil. Meskipun ayah saya pergi ke sekolah, memiliki gelar-gelar tinggi, dan memiliki pekerjaan bagus dengan gaji cukup bagus, namun sebagai sebuah keluarga kami tetap miskin secara finansial – paling tidak dibandingkan dengan keluarga kawan-kawan kaya saya. Setiap saya pergi ke rumah kawan kaya saya, saya tahu ada sesuatu yang hilang, tapi saya tidak tahu apa. Pada umur sembilan tahun, saya mulai berpikir mengapa dengan pergi ke sekolah tidak membuat ayah dan ibu saya kaya.

Perkebunan

          Keluarga besar saya bekerja dan berhemat untuk menabung bagi pendidikan yang bak agar anak-anak mereka dapat keluar dari perkebunan. Saya melihat hubungan antara sekolah Riverside dengan sekolah umum Hilo, saya pernah mengalami memiliki kawan kaya yang merupakan keturunan dari pemilik perkebunan dan kawan-kawan keturunan para buruh perkebunan. Di sekolah dasar, pendidikan dasar masih sama – tapi tetap ada sesuatu yang hilang, bahkan sampai sekarang.

          Keluarga saya ingin anak-anaknya keluar dari perkebunan. Permasalahannya dari dulu sampai sekarang adalah, di sekolah kita tidak pernah belajar bagaimana memiliki perkebunan tersebut. Jadi kebanyakan dari kita pergi bekerja ke perkebunan yang baru – perusahaan-perusahaan besar di dunia, militer, atau pemerintahan. Kita pergi ke sekolah untuk mendapatkan pekerjaan yang baik. Kita diajarkan untuk bekerja bagi orang kaya, berbelanja di took orang kaya, meminjam uang dari bank-bank orang kaya, berinvestasi pada usaha-usaha orang kaya melalui dana reksa dalam rencana masa tua kita – tapi tidak untuk menjadi kaya.

          Banyak orang tidak suka mendengar mereka diajar dengan sistem sekolah untuk terjebak dalam jaring, jaring konspirasi orang kaya. Banyak orang tidak suka mendengar bahwa orang-orang kaya telah memanipulasi sistem pendidikan kita.

berlanjut...

No comments:

Post a Comment